Gara-gara aku! Ya, perjalanan
kali ini terjadi karena kegalauan ku kemarin. Kegalauan ku tentang menghabiskan
malam tahun baru, antara Gunung Talang atau Singgalang yang akhirnya pilihan
itu jatuh pada Gunung Talang. Karena pada saat itu aku sangat ingin sekali ke
Singgalang, aku mengatakan kepada Hengky agar 2 minggu setelah dari Talang itu
kami harus ke Singgalang. Entah apa yang ada dalam pikiran ku saat itu, pokoknya
saat itu aku benar-benar ingin ke Singgalang. Daaaaann..2 minggu kemudian
ternyata dia menagih janjiku. Jiahahahahahaha...
Jadilah hari itu, tanggal 16
Januari 2014 pukul 23.00 WIB. Aku, Hengky, Da Ir, dan Rian berangkat dari Kota
Kelahiran ku menuju Desa Koto Baru di Kota Padang Panjang. Dengan tujuan
destinasi, Gunung Singgalang. Gank_T dari Talang kemarin Cuma aku dan Hengky
yang pergi, selebihnya tidak bisa pergi karena halangan pekerjaan dan kuliah.
Sempat di guyur hujan dalam perjalanan dari Solok menuju Padang Panjang, namun
itu tidak menyurutkan niat dan tujuan kami. Cieeeehhh...
Ohya, Sedikit mengenai Gunung
Singgalang. Gunung berjenis Stratovolcano ini berada di Kabupaten Agam,
Sumatera Barat. Indonesia. Gunung dengan ketinggian 2.877 mdpl ini merupakan
gunung yang berada dalam barisan Pegunungan Bukit Barisan. Ada yang bilang
gunung ini sangat mirip dengan gunung Merbabu di Jawa Tengah. Di Puncak Gunung
ini ada sebuah Telaga yang bernama Telaga Dewi yang merupakan bekas kawah. Oh
ya, gunung ini sudah tidak aktif lagi lho. Gunung Singgalang mempunyai kawasan
hutan gunung yang sangat lembab serta memiliki kandungan air yang sangat
banyak, jadi untuk sampai ke puncak kita tidak perlu membawa persedian air yang
banyak seperti saat mendaki Gunung Talang.
Pukul 00.00 kami sampai di
gerbang masuk menuju desa Pandai Sikek.
Ada hal yang menarik perhatian ku ketika melewati gerbang itu, disebelah kiri
gerbang teryata ada sebuah PAUD dengan nama yang unik. PAUD EDELWEIS. Unik bukan? Pukul 00.30 kami sampai di menara pemancar milik beberapa stasiun televisi, dan
tempat ini menjadi titik awal Jalur pendakian. Hawa dingin dataran tinggi mulai
merasuki tulang. Aku menggigil. Disana kami bertegur sapa dengan beberapa orang
pendaki yang sedang asyik memainkan gitar sambil bernyanyi. Ada juga beberapa
pendaki yang tidur didalam posko yang memang sudah disediakan. Kami memasukkan
motor kedalam posko, meletakkannya berdekatan dan mengunci nya dengan rantai
besi agar aman untuk ditinggalkan selama beberapa hari.
Malam itu seperti rencana awal,
kami camp di lokasi tower, kami mendirikan dom. Disebelah sebuah mushola kecil.
Cuaca malam itu berkabut, aku tidak bisa melihat bintang tanah dari tempatku
berada. Aku duduk menyender pada bangunan didekat dom yang aku sendiri tidak
tahu itu bangunan apa, menyembunyikan tangan di antara kedua paha menahan
dinginnya cuaca menunggu pagi datang.
Hanya satu dom yang kami dirikan,
semua carrier dan daypack ku, ku masukkan kedalam dom. Aku masuk kedalam dom,
sangat mengantuk. Ketiga teman ku pun membentangkan flysheet diluar, Flysheet
yang sangat lebar, itu membuat suasana nya persis seperti sebuah dapur darurat
yang dibuat sebuah keluarga yang sedang mengadakan acara kondangan.
Hahahahahahaha.
Kan..persis dapur umum buat acara kondangan,hahahahaha...
Mereka membuat kopi dan bercerita
cerita diluar, aku tertidur didalam dom dengan sleeping bag yang cukup membuat
ku merasa nyaman. Walaupun sering terbangun, kemudian tidur lagi, terbangun
lagi, dan tidur lagi. Pukul 06.00 WIB pagi, aku memutuskan untuk bangun
seutuhnya,huahahahaha. Aku keluar dom dan ketiga teman ku masih bercerita!
Mereka tidak tidur semalaman,ampuuuuunn...
Tak lama kemudian, Da Ir dan Rian
pun berusaha untuk istrirahat agar dapat mengumpulkan tenaga. Hengky tidak mau
untuk istirahat, dia mengatakan tidur yang sebentar hanya akan membuat kepala
nya menjadi sakit dan tenaga nya menjadi lemah. Jiahh...emang power ranger!
Hihihihi... sementara Rian dan Da Ir tidur aku membuat sarapan, Roti Bakar.
Hengky bercengkrama dengan pendaki yang bermain gitar tadi malam, mereka
ternyata dari Padang Panjang dan mereka ada disana karena merayakan Ultah salah
seorang temanny. Hanya sampai ditower ini, tidak melanjutkan pendakian. Tak
berapa lama kemudian mereka packing, dan turun.
Berfoto di samping bangunan yang dijadikan mushola oleh para pendaki, jangan tanya yang di dinding itu gambar apa ya..karena aku sendiri juga nggak tau.
Kemudian kami disapa oleh
beberapa orang pendaki lainnya, mereka adalah pendaki yang kami temukan tidur
didalam posko tadi malam. Mereka bilang mereka dari pekanbaru. Mereka permisi
untuk duluan melanjutkan perjalanan menuju puncak Singgalang ketika kami sedang
packing membereskan dom.
Pukul 10.00 WIB Berbekal
Roti Bakar ala Unang,haahahhaha. Kami
melanjutkan perjalanan. Pagi itu berkabut. Cuaca cukup dingin, aku khawatir
dengan perjalanan kami karena jarak pandang pagi itu hanya10 meter, selebihnya
tertutup oleh kabut. Namun membayangkan Telaga Dewi yang ada di puncak gunung
ini membuat semua kekhawatiran ku lenyap. Kami berdoa sejenak sebelum memulai
pendakian. “Bissmillahirrahmanirrahim, Ya Allah hari ini aku dan ketiga orang
teman ku akan mencoba untuk mendaki Gunung ini. Lindungi kami ya Allah,
Lindungi kami dalam perjalanan untuk melihat dan menikmati salah satu dari
banyak kebesaran Mu yang tak terhingga. Amiiiin”
Weew....Jalur ini memang lebih
curam dibandingkan dengan jalur pendakian Gunung Talang. Kami melewati tiang
listrik yang pertama, masih ada sekitar 115 tiang listrik yang akan kami lewati
untuk sampai di Telaga Dewi.
Kami memasuki jalur yang dipenuhi
oleh pimpiang. Hutan pimpiang begitu teman-temanku menyebutnya. Pimpiang ini
sejenis ilalang namun memiliki ukuran batang yang lebih besar dan keras,
sebesar ibu jarikaki. Beberapa kali teman ku harus menunduk melewati terowongan
pimpiang, jika tidak carrier yang mereka bawa akan tertahan oleh beberapa
batang pimpiang yang melintang. Pendakian berjalan lambat, melewati tanjakan
demi tanjakan tajam. Beberapa kali kami
bertemu dengan “acek” atau pacet, sejenis lintah yang jika para pendaki tidak
hati-hati, dia (acek) akan merayap pelan-pelan dari kaki atau dari tangan untuk mencari daerah kulit yang
terbuka dan menghisap darah mu. Huahahaahahaha #ketawaaladrakula.
Hutan pimpiang
Ketiga temanku bernafas lega
ketika kami lepas dari hutan pimpiang, itu berarti mereka tidak akan menunduk
lagi untuk terus dapat melangkah, bahkan tadi mereka sempat merayap karena
memang terowongan pimpiang itu rendah sekali .Setiap bertemu dengan tiang
listrik aku selalu melihat nomor yang tertulis di tiang listrik tersebut.
Aduh,,masih 90..aduh masih 87. Masih akan melewati 87 tiang listrik lagi. Masih
jauuuhh mameeeeeeeeeen. Jam 12 siang kami berhenti sejenak di sumber air
pertama, karena hari itu adalah Hari Jumat. Ke tiga teman ku terpaksa tidak
melaksanakan shalat jumat. Kami membentangkan matras, aku mulai memasak
makanan. Kami mendengar lantunan suara adzan. Rian tiduran d atas matras,
Hengky dan Da Ir turun ke sumber air untuk menambah bekal air minum kami.
si Rian lagi tiduran.
Setelah makan siang kami
istirahat sejenak, aku ke sumber air minum untuk mengambil wudu’ dan
melaksanakan shalat dzuhur serta menjamakkan shalat ashar. Pukul 14.00 WIB kami
melanjutkan perjalanan menuju shelter 1. Jalur yang kami tempuh mulai dipenuhi
oleh tanjakan tanjakan curam. Ketiga teman ku yang membawa carrier tinggi
tinggi kesusahan menaiki tanjakan curam di jalur singgalang ini. Sering kami
berhenti untuk melepas penat dan becanda gurau. Rian pun bernyanyi. “Satu
ribu...dua ribu..ale..ale..ale...”.
“Eooong..” bb ku berbunyi, ada
bbm masuk. Waaahhh...masih dapat signal. Ternyata bbm dari teman club basket
ku, dia bermaksud meminjam sleeping bag, dia mengatakan kalau Sabtu besok akan
naik ke gunung Talang bersama seorang Abang yang menjadi senior ku, karena dia
lah yang membawaku perdana naik Gunung Talang 7 tahun silam, Abang Majid
Marjonjong. Hihihihihi. Dia termasuk
partai tua di lingkungan para pendaki, yang dituakan laah. Tapi sejak menikah
dia bisa dikatakan tidak pernah naik Gunung lagi. Yang terakhir, ya ketika
membawa ku perdana ke Talang. Kubalas bbm dari bg Zico, “Ni udah di Singgalang bg.
Udah otw shelter 2”. Sejenak aku duduk, kutatap teman2 ku dibawah masih
bersenda gurau, dan ku robah status di bbm ku menjadi “ One Step Closer to
Telaga Dewi Singgalang”.
Tak lama kami melanjutkan
perjalanan, pukul 15.30 WIB kami sampai di shelter 1. Disana kami istirahat
lagi. Ada aliran air yang membentuk sungai yang keciiiiil sekali. Tepat jam 4
sore kami melanjutkann perjalanan. Menjelang maghrib kami sampai di shelter 2
dan bertemu dengan pendaki yang tadi duluan naik. Mereka telah mendirikan tenda
disana,mereka berencana menginap semalam disana sebelum melanjutkan perjalanan
menuju puncak Singgalang. Persahabatan yang hangat akan terjalin antara
rombongan ku dengan rombongan mereka yang berasal dari PekanBaru saat kami
sampai di Telaga dewi nanti. Disana ada
sumber air lagi. Aku mengambil wudu’
shalat maghrib dan menjamakkan shalat isya. Kemudian kami mengeluarkan
trangea, mariiii masaakk. Menu kami malam itu minas, habis tak bersisa.
Pukul 20.00 WIB malam kami
melanjutkan perjalanan menuju puncak Singgalang, suasana semakin gelap.
Headlamp yang kugunakan cahaya nya kurang terang, namun itu tidak terlalu
megganggu perjalananku. Hawa dingin mulai menemani perjalanan kami. Suara
jangkrik dan binatang malam bersahut sahutan menyambut langkah kami. Akhirnya
kami sampai di shelter 3. Semuanya tertutup kabut aku tidak bisa melihat apa
yang ada disekelilingku. Yang dapat ditangkap mataku hanyalah dataran
luas. Aku sangat teramat amat sekali
mengantuk. Aku saja mengantuk, apalagi
hengky yang tidak tidur dari kemarin? Setiap kali berhenti di cadas Singgalang
aku tertidur. Dan kaget saat dibangunkan Da Ir untuk melanjutkan perjalanan.
Dipinggang cadas ini berdiri sebuah tugu berwarna kuning untuk mengenang dua
pendaki yang hilang di Gunung Singgalang tahun 1988. Para pendaki menamakannya Tugu Galapagos. Di
tugu itu tergores kalimat “ Terbanglah engkau wahai sang elang, walau tinggi ke
angkasa ikuti angin takdir, suatu saat kami mungkin akan bersamamu”. Aku menarik
nafas dan berdoa sejenak untuk kedua pendaki yang namanya ada di tugu tersebut.
Malam semakin larut ketika kami
memasuki kawasan hutan lumut, tanah nya begitu becek sehingga kami harus
menentukan tempat untuk berpijak. Dan suasana semakin mencekam ketika kami
melihat banyak jejak kaki binatang yang berukuran cukup besar, jejak itu berupa
4 kuku runcing yang terlihat seperti menikam tanah. Jejak nya cukup dalam. Kami
jadi berpikir jejak binatang sebesar apa ini? Beruang kah? Ya Allah jangan
sampai kejadian di Gunung Talang 1bulan yang lalu terulang. Aku tidak mau
bertemu dengan binatang buas lagi. Kami diam membisu seraya terus melanjutkan
perjalanan. Benakku masih dipenuhi oleh gambaran binatang yang meninggalkan
jejak kakinya dijalur yang kami tempuh. Jejak kaki itu mengarah ke Telaga Dewi.
Sama dengan tujuan kami. Segala bayangan seram pun muncul di benakku, namun aku
berusaha untuk menepisnya. Kantuk yang dari tadi menemani hilang seketika.
Hengky siap dengan tramontina ditangan, jika sewaktu waktu ada bahaya. Jejak
itu hilang dan muncul lagi. Sampai lah kami di tepian telaga Dewi, ketiga
temanku mencari-cari lokasi yang bagus untuk camp. Telaga Dewi tertutup oleh
kabut, suasananya sedikit seram, aku jadi teringat akan cerita orang bunian
penunggu Singgalang.
Dua dom telah berdiri. Kami
langsung memasuki dom. Kulihat jam tangan tepat pukul 01.00 WIB dini hari.
Kukeluarkan sleeping bag, dan langsung terlelap ketika kepala ku menyentuh
jaket yang kujadikan bantal.
zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz,,,,,,,,,,,,,,,,
Kami terbangun keesokan harinya,
kulihat jam tangan. Hah?? Sudah pukul 10.00 WIB pagi!!
Alamakjaaaaaaang...shalat subuh ku ketinggalan. Ku keluar dari dom dan bersiap
melihat telaga Dewi. Daaaan....taraaa... Udara segar menyambut ku begitu keluar
dari dom. ”woooooooooo” aku berteriak senang karena melihat kecantikan Telaga
Dewi sekali lagi. Cuaca begitu cerahnya, tidak ada kabut,tidak ada badai! Pagi
Singgalaaaaaang!!! Pagi Telaga Dewiiiii!! Pagi jodohku yang entah dimana???
Ehh..hahahahahaha.
Satu persatu teman ku mulai
bangun, aku memanaskan air dan membuat kopi serta menyiapkan sarapan untuk
kami. Kami bersenda gurau di tepi Telaga Dewi. Mencuci segala peralatan yang kotor dan duduk duduk menikmati suasana Telaga Dewi 18 Januari 2014.
Si Rian lagi nyuci baju, Da Ir duduk duduk di atas hammock sambil berpikir.. "Kapan ya..gue ama bebebh kesini berdua, prewed disini mantap juga nih". hahahahahaha.
Telaga Dewi gunung Singgalang.
Ohya sebenarnya dkawasan Gunung Singgalang ini mempunyai dua telaga. Pertama
Telaga Dewi tempat kami sekarang ini, yang kedua adalah Telaga Kumbang. Telaga
Kumbang berada di jalur pendakian Tandikek via Singgalang. Telaga Kumbang
kudengar punya cerita mistis tentang orang-orang berpakaian putih yang berjalan
beriringan di Telaga Kumbang. Jarak antara Telaga Dewi dengan Telaga Kumbang
tiga kali jarak antara Telaga Dewi dan puncak Tower d Singgalang.
Yang dilingkar merah itu adalah Telaga Kumbang, terlihat jaraknya yang cukup jauh dari telaga dewi.
Singgalang ini kuat cerita
tentang orang bunian, yang suka membawa orang-orang yang ditemuinya ke alamnya.
Dunia yang berjalan sangat cepat dari putaran waktu di bumi, terasing dalam
kungkungan dunia yang entah bagaimana. Hari mereka berjalan cepat, aku pernah
membaca tentang orang yang dibawa sibunian kedunia mereka. Sebulan didunia
mereka, mungkin satu atau dua hari didunia kita.
Konon dulu sewaktu Islam belum
menyentuh tanah Sumatra Barat. Hidup seorang raja Hindu bernama Kalik Kalik
Jantan yang beristri Anduang Sangkua. Pasangan Raja Hindu yang berkuasa di
Tandikek ini memiliki seorang putri bernama Puti Sari Bana.
Syahdan, Puti Sari Bana pergi ke sebuah telaga bernama Talago Tanang. Telaga yang terletak di daerah Tandikek. Permukaan telaga ini terlihat tenang namun di dasar telaga air berpusar kuat. Puti Sari Bana menyeburkan diri ke telaga, saat itu pula tubuh Puti Sari Bana dihisap ke dalam telaga dan tubuhnya di temukan di Gunung Panggilun Padang yang saat itu masih bernama Sikilir-kilir. Orang Gunung Panggilun yang menemukan Puti Sari Bana sontak kaget melihat seorang putri cantik di daerah mereka yang berjarak puluhan kilo dari tempat asal sang putri. Atas petunjuk Puti Sari Bana, orang Padang mengantarkan Puti ke Tandikek dan membuat janji agar Puti Sari Bana tidak boleh dikawinkan. Orang Tandikek menyutujuinya agar Puti Sari Bana tidak dikawinkan. Namun suatu ketika, Puti Sari Bana dilamar oleh salah seorang pria Tandikek dan terjadilah perkawinan diantara mereka. Waktu berselang, dikabarkan bahwa orang Padang akan menuju ke Tandikek untuk melihat Puti Sari Bana. Orang Tandikek yang mengetahui sontak merasa telah melanggar perjanjian, karena telah mengawinkan Puti Sari Bana dengan seorang lelaki Tandikek. Orang Tandikek pun menyembunyikan Puti Sari Bana beserta suaminya di Gunung Tigo tidak jauh dari Tandikek. Setelah disembunyikan Puti Sari Bana dan suaminya tidak pernah lagi kembali ke Tandikek, menurut warga Tandikek mereka berkembang dan beranak pinak dengan ilmu hitam yang mereka miliki. Keturunan mereka inilah yang dianggap orang Tandikek menjadi Sibunian yang menyebar hingga ke Puncak Singgalang hingga ke Pasaman
Syahdan, Puti Sari Bana pergi ke sebuah telaga bernama Talago Tanang. Telaga yang terletak di daerah Tandikek. Permukaan telaga ini terlihat tenang namun di dasar telaga air berpusar kuat. Puti Sari Bana menyeburkan diri ke telaga, saat itu pula tubuh Puti Sari Bana dihisap ke dalam telaga dan tubuhnya di temukan di Gunung Panggilun Padang yang saat itu masih bernama Sikilir-kilir. Orang Gunung Panggilun yang menemukan Puti Sari Bana sontak kaget melihat seorang putri cantik di daerah mereka yang berjarak puluhan kilo dari tempat asal sang putri. Atas petunjuk Puti Sari Bana, orang Padang mengantarkan Puti ke Tandikek dan membuat janji agar Puti Sari Bana tidak boleh dikawinkan. Orang Tandikek menyutujuinya agar Puti Sari Bana tidak dikawinkan. Namun suatu ketika, Puti Sari Bana dilamar oleh salah seorang pria Tandikek dan terjadilah perkawinan diantara mereka. Waktu berselang, dikabarkan bahwa orang Padang akan menuju ke Tandikek untuk melihat Puti Sari Bana. Orang Tandikek yang mengetahui sontak merasa telah melanggar perjanjian, karena telah mengawinkan Puti Sari Bana dengan seorang lelaki Tandikek. Orang Tandikek pun menyembunyikan Puti Sari Bana beserta suaminya di Gunung Tigo tidak jauh dari Tandikek. Setelah disembunyikan Puti Sari Bana dan suaminya tidak pernah lagi kembali ke Tandikek, menurut warga Tandikek mereka berkembang dan beranak pinak dengan ilmu hitam yang mereka miliki. Keturunan mereka inilah yang dianggap orang Tandikek menjadi Sibunian yang menyebar hingga ke Puncak Singgalang hingga ke Pasaman
Aku dikagetkan dengan suara Rian,
ada Ikan!! Dia bilang dulu ketika 17 Agustus 2013 ikan itu juga muncul. Aku
bergegas ketepi telaga untuk melihat dengan jelas ikan itu. Ikan itu berwarna
kuning emas dengan ukuran yang cukup besar, seperti ikan emas tapi bukan ikan
emas. Berenang perlahan ketepian, dan bermain main. Dipunggungnya terdapat
corak berwarna hitam. Rian mengatakan tidak semua pendaki dapat menyaksikan
kehadiran ikan yang tak kutahu jenisnya itu. Dan aku ternyata orang yang
beruntung. Ikan itu sepertinya tidak takut dengan kehadiran kami, beberapakali
kulempar sisa sisa roti tawar kearahnya. Namun ikan itu hanya cuek, dan terus
berenang. Tidak seperti ikan-ikan yang biasa kutemui, yang jika dilempar
sesuatu kearahnya maka dia akan berenang secepat kilat menjauh. Ikan yang kami
lihat ini tetap tenang berenang dengan santai tak mengacuhkan kami yang heboh
di tepian telaga. Hengky berusaha
mengambil video dan foto ikan itu.
Si Ikan berwarna emas yang misterius
Lama kami memperhatikan tingkah
laku ikan bewarna emas itu sebelum dia kembali berenang ketengah telaga. Kami
kembali duduk duduk ditepi telaga, Rian bersantai santai di atas hammock.
Eh,,tidak berapa lama Hengky dan Rian masuk kedalam telaga. Ya ampuuunn..
mereka mandi dengan suhu air yang sangat dingin seperti ini. Huahahahaha. Dari
tepi telaga aku dapat melihat mereka menggigil.
brrrrrrrr......
Saat kami bersantai santai ria,
salah satu pendaki dari pekan baru datang. Namanya Hanirwan JD. Orangnya
sedikit berisi, dengan kulit yang agak kecoklatan. Dia terduduk di sebelah kami
dengan nafasnya yang masih terengah engah dia mengatakan teman-temannya masih
dibelakang. Cerita punya cerita ternyata dia dan rombongannya adalah anak
kuliahan dari UNRI dengan jurusan Kehutanan. Satu persatu temannya datang.
Mereka mendirikan tenda disebalah tenda kami. Tak membutuhkan waktu lama bagi
kami untuk berbaur dan saling bercerita.
Menjelang sore datang lagi rombongan pendaki sebanyak 3 orang, mereka
mendirikan dom disebelah kanan dom kami, jaraknya cukup jauh sih.
Sore pun datang, Aku duduk duduk
di atas hammock, kulihat disisi lain Telaga Dewi ada tempat yang cukup luas
untuk mendirikan dom dan ada bendera merah putih berkibar disana. Ya, itu
lapangan upacara begitu biasa kami menyebutnya. Beberapa orang teman dari pekan
baru bermain main kesana menyusuri tepian telaga. Aku jadi juga ingin kesana.
Berbekal tramontina aku mencoba sendirian berjalan kesana. Dan tak membutuhkan
waktu lama nyali ku langsung menciut ketika memasuki hutan lumut itu sendirian.
Terbayang binatang besar yang menyisakan jejak dijalur kami tadi malam. Oh ya,
aku lupa ketika tadi pagi aku berjalan kebelakang dom, aku melihat jejak kaki
seperti jejak kaki yang kami lihat tadi malam. Padahal malam ketika kami
mendirikan dom, jejak itu tidak ada. Nah..berarti binatang itu berkeliaran
disekitar tenda saat kami terlelap dan tidak seorang pun dari kami yang
mengetahuinya. Mantap ngerinya!!
Hengky berteriak dari tempat
camp. Aku menyahut. “Aman!!”. Namun tak lama dia datang menyusul, rupanya dia
khawatir juga jika terjadi sesuatu dengan ku. Huahahahaha. Hutan lumut itu
benar-benar indah. Seperti mahakarya seni yang sangat mahal harganya. Sampai di
tempat yang dituju aku menaiki pohon dan duduk duduk diatas nya, serta tak lupa
duduk duduk ditepian telaga seperti dermaga. Jiahahahaha.
asseeeeekkkk......
wahh..yang pake baju pink bidadari turun dari khayangan buat manjat pohon,hahahahaha
Kami kembali ke dom menjelang
magrib, tak lama kemudian banyak pendaki yang berdatangan. Wahh,,rupanya malam
itu malam minggu. Jadi banyak para pendaki yang menghabiskan malam minggu d
gunung. Kami bernyanyi di tepian telaga. Awan enggan menutupi sinar yang
dipancarkan bintang. Cuaca berpihak pada kami. Alhamdulillah. Suasana tepian
telaga Dewi menjadi ramai oleh kami para pendaki. Ada yang bermain gitar, ada
yang mencoba membuat api unggun yang enggan untuk menyala. Alunan musik reggae
menemani kami malam itu, sungguh nikmat sekali berada disuasana yang seperti
ini. Hal yang seperti ini tidak pernah kudapatkan dibawah sana. Aku bahagia!
Pagi itu hari terakhir kami, aku
bangun dan shalat subuh. Cuaca masih cerah. Aku lalu memasak air. Duduk duduk
di atas hammock menyeruput kopi susu sambil memandangi telaga dewi.
Yeeeeyyy..dimaaa kadi cari suasana nan mode ko laiiii ko??? Huahahahahaa
Bersama teman baru dari PekanBaru
mata sembab entah apa sebabnya,,dibelakang ku teman teman pendaki dari berbagai wilayah bersiap untuk turun gunung.
Satu persatu para pendaki mulai
membereskan barang nya, mulai packing. Ada yang mau turun, ada yang melanjutkan
ke puncak tower dan turun dari jalur sana. Teman-teman ku mulai bangun.
Rombongan ku dan 2 orang teman baru dari pekanbaru, Hengky dan JD akan ke hutan
lumut sekali lagi. Kemarin di hutan lumut belum sempat berfoto-foto.
Hehehehehe. Di seberang, tempat yang akan kami tuju itu ada pendaki yang
mendirikan dom disana. Mereka dari pariaman. Sampai di lapangan upacara aku
melihat papan bertuliskan Jalur Tandikek. Ya itu adalah jalur pendakian dari
Gunung Singgalang menuju Gunung Tandikek.
Didalam istana lumut.
Jalur Tandikek via Singgalang. mudah-mudahan lain waktu aku bisa mencoba jalur ini. Amiiiinn.
dari kiri ke kanan, Da Ir, Aku, Hengky, Rian. Hormaaaaaaaaat grak!!
Pukul 13.00 Suasana tepi telaga
sepi, hanya tinggal rombongan ku dan teman teman dari Pekan Baru. Teman-teman
dari Pekan Baru berkemas, mereka akan turun. Kami? Jiahahaha..kami selalu
menjadi pendaki yang terakhir turun gunung. Sebelum turun mereka mencicipi
nutrijell buatan ku, yang tidak sekeras kemarin. Wkwkwkwkwk... Ketika sedang
packing untuk turun gunung. Ikan yang kemarin kami lihat muncul lagi
dipermukaan! Dia muncul seolah olah memberikan ucapan selamat jalan kepada
kami. Dia muncul lagi disaat tepian telaga sepi dan hanya tinggal kami saja.
Sekali lagi, aku adalah orang yang sangat beruntung.
Kabut semakin tebal, kami bersiap
untuk turun gunung. Namun ada satu rombongan pendaki lagi yang datang, mereka
camp di tepi telaga arah lapangan upacara. Hmmm...dengan cuaca yang seperti ini
tentu akan sangat dingin sekali. Malam terakhir saja aku tidak bisa tidur karena hawa yang sangat dingin, apalagi dengan kabutseperti ini???? Takecare aja deh kawan kawan.
Jam5 sore kami turun gunung.
Turun Gunung kali ini aku hanya dua kali mendapatkan “Bug”. Tau bug itu apa?
Hahahaha. Bug itu adalah istilah kami untuk siapa yang jatuh atau terpeleset
sehingga pantatnya menghempas ketanah yang menyebabkan celana jadi kotor. Teman teman ku kembali mengeluh saat kami mulai memasuki hutan pimpiang. disanalah aku mendengar banyak bug dari belakang, hahahahaha. Pukul
10 Malam akhirnya kami sampai di menara pemancar. Istirahat sebentar, ganti baju dan melanjutkan perjalanan pulang.
Perjalanan kali ini sungguh
menyenangkan, tidak kalah menyenangkan dengan perjalanan sebelumnya. Kembali
memberikan pengalaman dan teman baru. Kembali memperlihatkan kebesaran Allah. Beautifull
moment at a beautifull place in a
Beautifull Mountain. Telaga Dewi Singgalang. Semoga lain waktu aku bisa kesini
lagi. Amin.
^_^